Monthly Archives: June 2012

[Ijen Festival 2012] Pesta Karnaval Berakhir di Kawah Ijen

Kawah Ijen dari dekat

“Rencana hiking ke Ijen, akhirnya terlaksana”

Day 3: 00.00
Tepat pukul 00.00, kami bersiap di depan truk yang siap ‘mengangkut’ kami ke Ijen. Perjalanan memakan waktu kurang lebih satu jam. Waktu itu tentu saja kami manfaatkan untuk tidur. Ada yang terlelap, ada juga yang tidur ‘ayam’. Lumayanlah bagi mata untuk istirahat sejenak. Setiba di pos, tempat awal pendakian, dinginnya udara membuat badan langsung menggigil. Wajar, perubahan suhu yang drastis, membuat tubuh bekerja keras untuk mempertahankan suhu. Setiap tarikan nafas membuat hembusan uap keluar dari mulut.

Birokrasi pendaftaran camera, personil asing dan lokal dilakukan. Setidaknya kurang lebih satu jam kami menunggu hingga akhirnya semua prosedur terlengkapi. Isam secara dadakan diminta untuk memimpin doa. Ya, ini daerah asing sudah sejatinya kita pun meminta restu agar perjalanan menuju puncak tidak mengalami kendala.

“Ijen… Kami siap mendakimu, semoga pendakian kami lancar jaya.”

Dengan berbaris rapi kami pun mulai naik. Semula, Esti, Shifa, saya dan Isam kompak ingin berbarengan. Tapi karena bersemangat, rencana awal berubah. Di tengah jalan, kami bersua Madgalena, di mana sepertinya harus kami semangati. “Ayo MG, kamu bisa!” Yup, perlahan dan pasti akhirnya rombongan kami (Esti, Shifa, saya dan MG) menjadi yang terakhir, atau kami kira begitu hingga akhirnya berjumpa dengan rombongan Surabaya (Katrina).

“Semangattt semua!!!!” Proses pendakian kami memang tidak cepat, beberapa kali berhenti untuk menarik nafas dan minum. Kali ini ada tim sweeping, Ericka and the gang melewati dan menunggu kami di perhentian berikut. Sempat pula saat naik, rasa kantuk datang. Mau enggak mau, saya harus ngebut untuk menghalau kantuk. Setapak demi setapak, rute yang lumayan ‘terjal’, plus gelap dan harus ‘meraba’, kami lewati. Pos pertama, lewat. Pos kedua pun terlewati. Dalam perjalanan, entah siapa yang menemani kami. Setidaknya saya pikir itu Mas Supri, atau bukan ya? Ah… Siapapun itu harus saya ucapkan terima kasih, ada seorang pria yang bersedia menemani hingga setidaknya 500meter terakhir. Kami memang melewati blue flame, tapi buat saya pribadi itu petanda bahwa saya harus kembali ke Ijen. Toh, perjalanan kami tidak sia-sia. Kami sempat bercakap-cakap dengan petambang setempat. Informasi yang saya dapat, mereka hanya memperoleh Rp660/kilo belerang. Setiap kali naik, ada 2 atau 3 panggulan dibawa. Berat satu panggulan sekali angkut mencapai 50-70kg. “Wah, enggak sebanding sebenarnya dengan hasil yang diperoleh.”

Pukul 05.15, kami hanya beberapa ratus meter dari puncak. Kami pun mengabadikan sedikit dibalik Gunung Kinanti. Dari jauh, kami bisa melihat teman-teman asyik mengabadikan momen. “Fhuiiii… Akhirnya sampai juga.” Apa daya, jepret sana sini membuat lupa waktu. Mati gaya karena camera dan ponsel mati enggak jadi masalah. Semua rekan membawa kamera, sudah ikut saja berfoto pasti juga akan di-tag :D. Well, di puncak Ijen, ada CS-er asal Jember yang membuka tenda. Kesempatan ini pun tidak kami lewatkan. Kapan lagi bergaya di puncak ijen dengan sebuah tenda yang berdiri tegak. “Pura-pura sajalah, tidak rugi toh (heheheh…).” Belum juga menikmati kawah Ijen, panitia memerintahkan kami untuk turun. “Ah… Baru juga sampai, kenapa harus cepat turun?” Keterbatasan waktu serta masih ada runutan acara membuat kami harus turun. Yup, waktu jualah yang memisahkan saya dengan Kawah Ijen. Jujur saya belum puas, tapi setidaknya saya sudah sampai di sini. Kawah Ijen yang biasanya saya lihat lewat foto-foto cantik dari para fotografer, serta cerita-cerita para blogger. “Jika ada umur panjang, suatu hari nanti saya akan kembali,” itu janji saya, siapa pun partner in crime saya nanti.

Biasanya, perjalanan turun jauh lebih cepat daripada naik. Itu juga kami alami, sedikit lebih cepat. Di sini Magdalena baru ‘ngeh’, betapa sulit rute tanjakan, terjal, dan lain sebagainya yang baru beberapa jam lalu dilewati. Takjub, terpesona, dan terpukau melihat keberhasilan, tapi kini harus segera turun. Setelah melewati pos pertama, Isam ikut jalan santai. Walau harus puas saya dan Shifa ledek. “Sorry dude, didn’t mean to.. But still you deserved it. LOL :D”

Perjalanan turun kami memang paling akhir, dan kali ini tidak ada tim sweeping. Karena takut tertinggal, Isam terpaksa turun lebih dulu. Tapi kami bertiga yakin kok, panitia tidak mungkin meninggalkan kami. “MG itu kan maskot utama, pasti akan ketahuan kalau tidak dalam truk,” begitulah canda kami.

Singkat cerita, kami tiba di pos sambil was-was, “Di mana truk trontonnya? Masih ada kah?” Tenang, kami tidak ditinggal kok. Meski harus ngebut, karena begitu tiba di pos, semua harus segera naik ke truk. Sarapan kami bertiga pun harus tertunda. Ya, acara kami selanjutnya adalah rafting dan perjalanan kurang lebih memakan waktu 2 jam. Lelah, kurang tidur, dan lain sebagainya membuat kami terlelap. Hanya sesaat, kami berhenti dan mengumpulkan buku-buku yang telah disiapkan.

Hanya sebentar saja dan perjalanan berlanjut. Ini yang menarik, perjalanan menuju lokasi rafting tidaklah ringan. Banyak jalan yang tidak mulus alias bumping road dan menurun. Mau tidak mau, aksi tidur kami pun tidak mulus. Jalan yang menurun membuat rekan-rekan di pojokan terhimpit, dan kami yang dipinggir pintu harus kembali bergeser. Hahaha.. Lucu kalau mengingatnya. Apa pasal? Seperti sebuah permainan saja, bergeser, turun, bergeser, turun lagi.

Beberapa teman yang tidur terlelap tanpa peduli siapa orang di sebelahnya diabadikan oleh Arianne. Saking asyiknya berfoto ria, ada saja yang iri. “Eh… Perlu enggak ya saya umbar di sini?” Rifki jelas tahu siapa orangnya, karena dia di samping saya dan tahu pasti seperti apa ulahnya. Terima kasih juga buat Rifki yang meminjamkan bahunya buat bantal, termasuk tambahan itu selimut merah kotak-kotak biar saya tidak terantuk tulang :)) “You’re the best, dude.” 

Melewati jalan berliku, menurun, dan tak beraturan, bikin kantung kemih ini jadi kendor. Yup, begitu sampai di lokasi. Semua orang berebutan turun, toilet yang berada dekat plus duduk di tepi truk, membuat saya langsung lompat turun. “Ahhh… Leganya.” Ternyata enggak cuma saya yang menahan pipis, banyak juga yang antri. Hehehe… Untungnya, masih ada waktu untuk menikmati sarapan kami yang tertunda. Lumayanlah sebagai pengganjal perut.

Di sini, kami dibagi menjadi 2 tim. Saya termasuk tim pertama, seperahu dengan Coki, Cak Mat, Wiwin dan Meilan. Mentor kami Mas Sugeng, siap membantu. Ada lima perahu yang siap turun. Seru dan tak bisa terungkap pastinya. Pasalnya, rute di Bosamba rafting ini sangat beda dengan apa yang pernah saya dapat di Citarik, Sukabumi. “God the Mighty”. Ada celah bebatuan besar seperti di Grand Canyon (padahal saya sendiri belum pernah ke sana), serta ceruk asli di mana penduduk setempat bisa memancing dengan tenang. Ada juga ceruk yang menyerupai kepala gajah dan dua air terjun yang siap menimpa kami.

“Spoiler? Enggak apa ya, inikan yang saya dan teman-teman alami di rute pertama ini.” Sungai tempat kami rafting memang tidak jernih, banyak anak-anak mandi bertelanjang di sana, termasuk ada sapi-sapi serta ibu-ibu yang mencuci pakaian. “Well… That is something that you can’t see everyday in life, won’t you agree?” Asyiknya bermain di sungai, tidak terasa harus berakhir. Tim kedua sudah bersiap diri. Konon, rute mereka juga akan jauh lebih menyenangkan. “Semoga ada rekan dari tim dua yang mau berbagi cerita.” Hidangan berupa gorengan serta jahe hangat sudah tersedia bagi kami. Rasa haus dan lapar, terhapus sudah. Sebelum tim dua berangkat, Isam menitipkan kamera, Yohana dengan ponselnya dan Candy dengan cincinnya. “Ok… Tagihan jangan lupa dibayar nanti ya, teman?” Iseng dengan kamera di tangan, saya turun untuk menjepret-jepret tim kedua. “Ah… Sayang, tim pertama tidak ada dokumentasi saat hendak mengarungi sungai.”

Saatnya kembali ke pos. Dengan truk, kami diangkut kembali ke pos. Sebagian teman ada yang melanjutkan makan, saya pun memilih untuk bebersih dulu. Asyiknya, di tengah-tengah hujan turun. “Wah, teman-teman di sungai pastinya tambah asyik menikmati gemuruh sungai di tengah hujan.” Opsss… Hujan ternyata membuat truk bocor. Tapi semua aman terkendali kok. Sambil menikmati makan siang, camera ‘nganggur’ tidak disia-siakan. Mari jepret-jepret lagi, teman… Sekitar satu jam berlalu, teman-teman dari tim dua kembali. Di sinilah kami harus bersiap, waktu hanya tinggal beberapa jam lagi sebelum berpisah dengan rekan-rekan Ijen Festival 2012. Acara ditutup oleh Ketua MTs, disertai rintik hujan. Aksi salam-salaman pun dilakukan, termasuk pada semua partisipan. Sepertinya masih enggak rela harus berpisah, karena harus diakui, jalinan persahabatan baru telah terbentuk. Tapi waktu jualah yang harus memisahkan kita semua.

“Sampai jumpa di Ijen Festival 2013! I’m sure I’m gonna miss you all…”

Catatan kaki versi jemari tangan:
Bondowoso memang kota paling kecil se-Jawa Timur, tapi pesona yang telah kota ini berikan buat saya, baik penduduknya maupun ragam wisata yang dimiliki, membuat saya ingin kembali. Penduduk yang ramah, termasuk host yang begitu tulus memperlakukan kami, memperlihatkan inilah hebatnya Bondowoso. Memang saya tidak melihat proses pembuatan tape, tapi secara teori Ibu Aniek sudah memberikan informasi dengan jelas, plus bisa menikmati Proll Tape, dan Tape besek. Sayang tape bakarnya belom kesampaian.

Bondowoso memang kota kecil, tapi siapa sangka kalau kota ini, Facebook & Twitter alert! Nyaris semua orang sepertinya punya akun. Saran saya, “Hati-hatilah kalian. Tidak semua orang di Facebook & Twitter itu baik. Jangan sampai tertipu atau dirugikan dan malah merugikan diri sendiri.” 

Untuk panitia Ijen Festival. Two Thumbs up for you guys!!! (I can give you more thumbs tough :D) Ide kalian membuat festival ini sungguh luar biasa, termasuk menempatkan lokal dan asing dalam satu host. Sudah sepatutnya pemda setempat berterima kasih, karena festival ini muncul dari penduduk lokal. Walau hanya 6 panitia inti, ditambah dengan banyaknya problema, kalian bisa menyelesaikan misi. Tulisan ini sekedar napak tilas, karena di balik kekurangan yang ada, tentu ada pengalaman yang menarik.

“Hei.. This is your pilot project, and you’ve done it. Congratulations for that.” Banyaknya PR yang bisa dicatat dan diperbaiki pada festival berikutnya. Jangan patah semangat, jangan pula sungkan meminta saran. Kami semua partisipan perdana, dan tidak akan sungkan untuk berbagi termasuk memberikan bantuan jika dibutuhkan.

Catatan perjalanan Ijen Festival 2012 ini harus saya akhiri. Semoga pertemanan ini tidak berhenti sampai di sini, tapi bisa berlanjut di kemudian hari. Siapa tahu, tahun depan kami bisa kembali atau yang terdekat reuni di Gunung Bromo. Brangkattttt!!!!

Categories: 2012, Travelling | Tags: , , , , , , , , , , | Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.