Monthly Archives: December 2012

Weekend Traveller: Bandung

Foto lanskap teropong bintang Bosscha, Lembang

Dulu, masa kerja sebagai kuli tinta, enggak perlu pusing mikir untuk bisa jalan-jalan. Tapi, tiga bulan ini harus putar otak agar bisa mencairkan kepenatan setelah sepekan bekerja fulltime, ditambah dengan jam kerja pagi dan harus menghalau macetnya Jalan Sudirman. Salah satu cara untuk jalan-jalan adalah weekend, makanya sempat telontar grup Weekend Traveller. 

Tapi lagi-lagi, karena jadwal masing-masing yang berbeda pula, alhasil tidak semua rencana bisa terlaksana dengan baik. Kendati begitu, kali ini alias pekan lalu, tepatnya Sabtu-Minggu (1-2 Desember), bisa juga melaksanakan aktivitas jalan-jalan. Bandung jadi tujuan utama. Rencana ini datang sejak lama, tepatnya setelah Ericka Abdullah, salah satu CS Surabaya, mendapat tiket murah ke Kota Kembang. Atur punya atur, partisipan awal berubah total. Beruntung ada temen ‘comotan’ Ulfa Rusda (CS Jakarta sekaligus ‘my traveller in crime‘) dan Darul Mahdi (CS Aceh, yang kebetulan lagi tugas ke Jakarta dan memaburkan diri). Lebih beruntung lagi, Leshtia sang host tidak berubah pikiran. Hehehe…

Anyway, karena hanya lima personil, akhirnya diputuskan untuk menyewa mobil dari Bandung. Aplikasi WhatsApps jadi kebutuhan penting selama perjalanan, tapi entah kenapa karena masing-masing pakai operator yang berbeda, alhasil semua pesan sampainya pun telat. Saya pun harus standby di terminal Lb Bulus jelang pukul 05.00, karena jadwal temu pukul 08.00 di Bandung. Siapa duga bis yang saya tumpangi justru menjemput Ulfa yang sudah berdiri manis di Ps. Rebo. Hahaha.. Walau tidak satu tempat duduk, setidaknya tidak repot mencari-cari.

Malesnya nih, cewek sebelah saya remponggg pisan. Deuhhh…Mulai dari duduk, itu tas ditaro di tengah-tengah. Pake celana pendek, tapi ditutupin pasmina. Eh pas mau turun bis nih, itu tiang kopernya kok yang ditarik ke atas. “Lha gimana aye mau lewat, Mpok?” pikir saya sambil turunin itu tiang koper dan melenggang turun. Ya, gitu deh. Estimasi waktu berjalan tepat, kami tiba di terminal Leuwi Panjang, sekitar jam delapan kurang. Itu pun masih menunggu jemputan, dan sambil nunggu jemputan, sarapan bubur dan bakso pun kami lakukan. Apa daya lagi, si cewek remponggg itu duduk di satu meja kami. “Gubraaakkkk…” LOL. Ya enggak apalah, iseng banget sih pagi-pagi cari kasus. Mending cerita yang lain.

Beruntung, kami dijemput lebih dulu oleh Lesthia dan Darul yang sudah lebih dulu sampai di Bandung (tepatnya Jumat malam), sebelum akhirnya kami menjemput Ericka di bandara. Tak ingin buang waktu, kami langsung meluncur ke Bosscha, Lembang. Sempat terkecoh dengan tulisan ‘TUTUP’ akhirnya berhasil juga kami mengunjungi Observatorium terbesar di Asia Tenggara ini. Aksi foto-foto dan usai membayar biaya masuk Rp7.500/orang, akhirnya teropong bintang yang spesialis mengamati bintang berekor ganda bisa juga kami lihat dari dekat. Layaknya ke sebuah museum, kami pun membaca keterangan pada satu per satu frame yang ada di dinding.

Di lokasi ini pula, ada 20 teropong lain yang bisa di lihat. Karena waktu menunjukkan pukul 12.00, lokasi teropong bintang tutup dan kembali buka pukul 13.00. Kami pun digiring untuk masuk melihat presentasi tentang bintang. Siapa yang menduga, saat ini hanya ada 8 Planet. Yup, Pluto sudah diusir keluar dari daftar Planet sejak 2006 lalu. Bahkan keberadaan Bumi ‘invisible’ alias tak terlihat jika dilihat secara menyeluruh berbanding Matahari, Sirius, Pollux, dan yang terbesar Arcturus.

Santai sejenak di halaman luar Bosscha, Lembang

Huaaaaaa… Liburan kali ini ternyata enggak lepas dari edukasi. Lumayanlah! Baiklah, rute selanjutnya ada Ciwidey, tapi karena lokasi Tangkuban Perahu yang lebih dekat, akhirnya kami pun melipir sejenak. “Naik-naik ke puncak gunung,” bersenandung dalam hati tibalah kami. Tapi ketika hendak mulai foto-foto, timpukan air hujan mulai turun dan BRESSSSS!!! Hujan turun mengguyur lokasi. Kami pun harus berteduh sesaat di warung yang ada. Memang hujannya tidak lama, tapi aksi foto-foto jadi tertunda. Bahkan enggak ada foto kawah sama sekali 😀 ini pun karena kami asyik melanjutkan acara makan siang, berupa mie instan, gorengan, teh dan jahe hangat. Karena masih harus mengejar jadwal Ciwidey, akhirnya tak banyak aksi foto di Tangkuban Perahu ini. Tapi sepertinya Darul tak ingin melewatkan momen, karena begitu matahari mulai tampak, ia sempat jeprat jepret si Kawah Ratu.

Perjalanan ke Ciwidey lumayan lama, khawatir juga apakah masih bisa melihat kawah alias masih buka? Well, pertanyaan kami dijawab ketika sampai di gerbang Ciwidey, kami dipalak untuk membayar Rp 150.000. What!!! Fhuiii… Tanpa pikir panjang, atas komando Lesthia, Pak Hendra sang supir diminta untuk lanjut saja naik ke atas. Nekat sih, tapi masa sih sebegitu mahalnya. Saat kami naik ke atas, beberapa mobil sudah terlihat turun. Memang, ketika itu waktu menunjukkan sekitar pukul 17.30-an. Gerbang tutup, tamu pun sudah tidak ada lagi yang naik. Well, penjaga yang kami temui di bawah langsung ngebut menyusul dengan motor.

Rupanya, di situ sudah ada dua mobil yang juga baru parkir dan sudah ‘nego’ harga. Dengan sedikit alot bernegosiasi, dan kabut tipis yang mulai turun, akhirnya dengan siasat cas-cis-cus Bahasa Inggris, kata sepakat Rp75 ribu untuk 5 orang membawa kami untuk turun melihat kawah. Aihhhh… Kabut semakin turun, kawah pun sudah tak tampak lagi. Suasana yang dingin dan agak ‘creepy’ tak membuat kami patah semangat.Toh, sudah sampai, aksi foto-foto singkat kami lakukan hingga takjub melihat hasil foto saya yang menangkap butiran kabut. Hahaha.. Layaknya di sebuah negeri bersalju saja. Pahadal saya langsung khawatir, kamera kecil itu sempat kehujanan di Kawah Ratu, apa karena itu jadi hasilnya berkabut? Ternyata tidak. Tenang, dengan aksi canggih camera Darul, hasil yang didapat ciamik sangat. Brrrr… brrr… brrrr…

Kabut yang turun membuat foto ini jadi unik

Cukup! Saatnya turun. Apa yang kami dapat? Wah, kabut semakin tebal, jarak pandang pun sangat tipis, sementara tiada lampu Halogen di mobil. Weittsss… Komando untuk berhati-hati, termasuk memperingatkan Darul, yang duduk di samping pak supir untuk menavigasi alias melirik ke sisi jalan. Saya yakin, masing-masing dari kami pun was-was melihat kondisi jalan berkabut itu, belum lagi akses jalan menurun ke bawah. Ditambah dua mobil di belakang belum terlihat. Perlahan dan pasti, kami menuruni gunung, sebelum akhirnya kami dapati gerbang utama ditutup. Hahaha… Ya, tak apa, mobil di belakang kami juga tiba bersamaan. Rupanya orang yang mengendarai mobil itu adalah salah satu penjaga Kawah, jadi tak perlu khawatir, pasti dibukakan (walau sempat kami kira berapa lagi yang akan dipalak :D).

Kendati telah turun dari gunung, kabut masih saja pekat. Beruntung itu tak berlangsung lama, tepatnya setelah keluar dari kawasan Ciwidey .#Tarik nafas, terima kasih Tuhan. Tujuan selanjutnya, PasKal Square, tempat hangout yang hitz di Bandung. Itu malam Minggu, jadi dipastikan penuh. Perut kosong, dan kekhawatiran sesaat di atas Kawah Ciwidey hilang sudah. Perut terisi, ditemani suara merdu mas-mas di atas panggung, plus hiburan flash mob sederhana yang enggak kompak dari Mas-mas di kafe itu, lelah mulai datang. Yup, perjalanan hari ini panjang sangat. Tapi sangat menyenangkan. Akhirnya kami pun memutuskan pulang, dan bersua dengan orangtua Leshtia. Halo Om dan Tante 😀 hihihi.. Kiranya kami ingin menumpang menginap.

Day 2, pk. 07.00
Sejatinya, kami bersiap berangkat jam 09.00 pagi dengan asumsi antri tiket Cipaganti untuk Darul ke Bandara pukul 12.00, di mana pesawat menuju Aceh berangkat pukul 17.25, dan mengisi waktu luang itu untuk berbelanja. Tapi, dinginnya Cimahi membuat semuanya bangun siang. Plus, Ibunda Leshtia sudah menyediakan sarapan wah! buat kami semua. Duh, ngerepotin plus bersyukur. Alhasil, kami baru jalan jelang pukul setengah 12.

Yang pasti, deg-degan. Apa pasal? Soalnya, saat kami datang banyak juga penumpang cipaganti yang hendak ke Bandara. Jadwal 11.45 sudah penuh, dan waiting list. Sementara Darul belum check in. Semua jadi ketar-ketir, karena jangan sampai Darul tertinggal pesawat, belum lagi ada beberapa teman yang sudah berpengalaman ditinggal pesawat. Tunggu hingga tunggu, telepon hingga telepon, ternyata Cipaganti 11.45 tiada tiket. Opsinya adalah lari ke Caringin untuk naik bis Prima Jasa. Untungnya, Cipaganti jam 12.00 masih ada. Fhuiii.. Kembali bernafas lega, dan Darul hanya saya kasih waktu 5 menit untuk berbelanja. Hahaha… Seru juga sih, yang punya tiket pesawat aja santai, tapi kami yang cewek-cewek ketar-ketir 😀

Kuliner Kota Bandung bareng geng trip Aceh, Jakarta, dan Surabaya

Usai melepas Darul, kami lanjut ke Jatinangor. Tujuannya, keliling kampus Unpad dan makan siang. Enggak ada rute wisata lain karena waktu yang cukup mepet, tapi rumah sosis dan es krim mochi wajib dibeli. Sosis keju yang diincar Ericka, didapat. Soal rasa mungkin kalah jauh dari negeri sebelah, tapi setidaknya bisa memuaskan lidah dan perut. Nyummm… Lepas itu es krim mochi. Bernama Mochilok, sebenarnya hari Minggu penjaja ini libur tapi untuk pesanan take-out bisa dilayani. Ada ilmu lagi yang kami dapat, es krim mochi-nya tidak sekecil dan selembut yang bisa ditemui di salah satu restoran cepat saji Korea. Meski begitu patut diacungi jempol, usaha rumahan yang baru dimulai 5 bulan lalu ini lumayan pesat berkembang. Kabarnya, dalam sehari diproduksi hingga 2.000 pieces dan habis terjual. Makanya untuk Minggu, Mochilok masih tutup. Rasa mochi-nya sendiri, hm… Not Bad alias es krimnya benar-benar terasa, mau rasa vanila, coklat, storberi atau green tea. Semua benar-benar, maknyusss. Kurangnya, hanya pada pengemasan saja. Lapisan bawah, penggulungan adonan masih terasa tebal. Tapi selebihnya, wajib coba buat kamu-kamu yang lagi di Bandung.

Semula, saya berencana untuk balik pukul 15.00. Tapi apa daya, harus molor hingga pukul 18.00. Hehehe.. Tak apalah, yang penting bisa bersenang-senang dengan kawan dan melepas penat sedikit. Terima kasih Lesthia, atas pinjaman dan tumpangan kamarnya. Terima kasih Ulfa dan Darul yang meski dadakan, you guys are awesome. We’re all Rock, dude! Untuk Ericka, semoga perjalanan singkat ke Bandung bisa memenuhi hasrat, kendati Kawah Putih tidak terlihat. So, next trip. Pangandaran or Green Canyon, anyone interested?

Categories: 2012, Travelling | Tags: , , , , , , , , , , , , , , , , | Leave a comment

Blog at WordPress.com.