Monthly Archives: April 2013

[Love Our Heritage] Jelajah 3-In-1 Bendungan Hilir

Penampakan Pasar Benhil kala itu

Tinggal di Jakarta selama tiga dekade bukan bearti saya mengenal detil mengenai sejarah kota ini (tapi kalau ditanya soal angkot, pasti khatam 😀 hehehe…). Makanya ketika ada tawaran trip singkat Jelajah 3-IN-1 Bendungan Hilir, Karet Tengsin & Karet Semanggi 2013, langsung saja saya nimbrung.

Bersama komunitas Love Our Heritage, walking tour ini mengajak berkeliling kawasan perbatasan Kota Jakarta Pusat dan Kota Jakarta Selatan, tepatnya ke kawasan kuliner dan kawasan para penyelamat lingkungan hidup di Benhil dan Karet Tengsin, serta mengunjungi bangunan-bangunan ibadah bersejarah berusia ratusan tahun di Karet Semanggi.
Sabtu 6 April pukul 7.30 bersama tiga rekan, saya siap ikut wisata kota ini. Mungkin terkesan sederhana, tapi ini perlu agar bisa membuka mata dan telinga, kalau masih ada tempat yang patut dikunjungi di tengah kota.

First stop
. Sesuai jadwal, kami sarapan kuliner asal Sumatera Barat “Bopet Mini”. Mau bubur kampiun, lontong sayur, camilan berupa jajanan pasar atau makan berat sekalipun lengkap tersedia. Yang pasti enggak mungkin bisa langsung icip-icip semua, karena masih pagi jadi harus disesuaikan dengan jatah perut. Di bulan Ramadhan, biasanya bubur kampiun selalu diburu karena isinya yang mengenyangkan serta manis. Tapi saat saya menikmatinya, tidak terlampau manis dari biasanya. Ini saya katakan demikian karena saya bukan pecinta manis.
Sarapan sudah, foto-foto di Bopet Mini pun sudah. Tinggal menunggu keberangkatan saja nih. Dibagi menjadi dua kelompok (peserta ada 50org), Mas Adjie sang tur guide menceritakan asal muasal si Bopet Mini. Rupanya, nama Bopet berasa dari kata Buffet namun dibaca sesuai lidah orang Minang, jadilah Bopet. Mengenai tempat yang luas, konon ketika itu Bopet Mini dimulai dengan kedai kecil, tapi karena ramai dikunjungi orang, akhirnya kedai-kedai di dekatnya dibeli dan berkembang seperti saat ini. Kabarnya pula Bopet Mini membuka cabang di Artha Graha, tapi publik tetap banyak berdatangan ke Benhil ini.

Wajib ke Bopet Mini kalau lagi ke sini

Lanjut cerita, sambil berjalan menuju tempat kedua, diceritakan bahwa dulu, kawasan Bendungan Hilir (BenHil) ini dikhususkan bagi para PNS. Walau namanya Benhil, tapi tidak ada bendungan satu pun di sini, yang ada penamaan bendungan cukup banyak, sebut saja Bendungan Asahan dan Bendungan Jatiluhur. Yang bikin syok, daerah ini sekarang sudah kena banjir, padahal kalau kilas balik sebagai area PNS, dipastikan daerah ini tinggi dan tidak terimbas banjir. Tapi apa daya, karena ‘keserakahan’ manusia pula akhirnya got-got ditutup sehingga mampet dan sebagainya.

Pemberhentian kedua, SD Negeri 12 Bendungan Hilir. Sekilas mungkin terpikir, “Ngapain sih ngunjungin sekolah dasar ini?” Jangan salah, ternyata sekolah ini sudah empat kali mendapat penghargaan lingkungan hidup Adiwiyata. Ini terlihat dari taman yang cukup besar dan ditata apik. Dijelaskan oleh pak kepala sekolah kalau di sekolah ini ada 12 Pokja, yang menangani lingkungan hidup. Mulai dari pertamanan, perikanan, kompos, dan lain sebagainya. Yang membuat takjub, sekolah ini memiliki penyulingan air bersih. Ow ow ow… dan taman nan teduh di belakang sekolah, semakin melengkapi indahnya sekolah ini. Patut diacungi jempol, tapi juga perlu adanya dukungan, seperti kata pepatah “Membuat itu jauh lebih mudah daripada memelihara”. Asyiknya nih, pihak sekolah menghadiahi kami oleh-oleh hasil kebun sendiri berupa rebusan jagung, pisang, kacang, ubi, singkong dan teh hangat. Mengenyangkan dan hati jadi senang. Nyum nyum…
Meneruskan perjalanan, rombongan menuju Lapak Daur Ulang Pak Uday. Di tengah perjalanan, persis di depan RSAL Mintohardjo, kami berhenti sejenak untuk menyimak penjelasan Mas Adjie. Rupanya, di sini ada RM Aceh Seulawah yang cukup terkenal dan banyak dikunjungi para pejabat. Dan kalau boleh dirangkum, ada tiga RM Aceh di sepanjang jalan Benhil ini. Di lapak daur ulang Pak Uday, kami mendapat inspirasi bahwa “kondisi tidak ada uang” bukan berarti patah semangat dalam mencari peluang. Setidaknya itu yang dilakukan Pak Uday. Kalau dulu beliau mencari-cari kertas bekas dan alat-alat kantor tak terpakai, kini banyak perkantoran sekitar yang justru mencari Pak Uday agar bisa membawa ‘sampahnya’. Dari sampah itu, Pak Uday tak hanya mendapat untung, tapi juga mampu melestarikan lingkungan dengan memanfaatkan limbah perkantoran. Menarik.. sangat menarik…
Kunjungan berikut, jamu instan Ibu Emmy. Industri rumahan ini sangat sederhana, tapi sangat luar biasa. Mau jamu kencur, jahe dan kawan-kawan lainnya bisa didapat. Selain sehat, proses yang dilakukan juga masih manual tanpa tambahan bahan kimia lain. Jadi dipastikan sehat… hat… hat… Alhasil, keluar dari rumah Ibu Emmy, kami semua membawa jinjingan berupa jamu untuk dibawa pulang.
Menyelusuri tepi Kali Krukut, kami tiba di rumah Pakde Tanto. Di sini, beliau mengelola lahan tak terpakai menjadi taman nan indah serta air minum gratis. Sayangnya keindahan itu ‘hancur’ karena banjir besar yang melanda Jakarta, Februari silam. Alhasil, saat ini Pakde Tanto kembali membangun taman itu dari awal lagi. Semangat ya Pakde…
Tidak terasa, waktu berjalan sangat cepat. Waktu menunjukkan pukul 12.10 saat kami tiba di Mesjid Hidayatullah. Para peserta yang muslim dipersilakan untuk beribadah sebelum akhirnya semua peserta digiring masuk ke dalam aula. Di sini Pak Kyai bercerita asal muasal mesjid berdiri, hingga perjuangan untuk mempertahankan rumah ibadah di antara bangunan-bangunan modern pencakar langit. Yang sangat menyentuh hati adalah baru pertama kali ini, tanpa memandang SARA, kami dipersilakan untuk memasuki masjid dan mengambil gambar yang ada. Sayang, saya tak bisa mengambilnya karena ‘berhalangan’.

Vihara Amurva Bhumi, salah satu vihara tertua di kawasan Sudirman

Last stop adalah ke Vihara Amurva Bhumi (Hok Tek Tjeng Sin). Sebenarnya saya sudah pernah berkunjung ke sini untuk hunting foto. Saat Imlek/tahun baru China, vihara ini sangat ramai dikunjungi dan menjadi salah satu spot hunting. Alasannya karena vihara merupakan salah satu rumah ibadah tertua. Usai berfoto ria, kami harus mengakhiri perjalanan dengan mengunjungi Taman Gedung Sampoerna Strategic. Di sini kami beristirahat dan santap siang, sebelum foto sesi terakhir di depan gedung.

Overall
, wisata kota ini menyenangkan. Mas Adjie dan Mas Ferry serta teman-teman dari Love Our Heritage, two thumbs up for you guys 😉 mari lestarikan sejarah, mulai dari yang dekat lebih dulu.
Categories: 2013, Travelling | Tags: , , , , , , , , , , , , , | Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.